Advertiser

Breaking News

dr. Lukman Shebubakar, SpOT(K)

dr. Lukman Shebubakar
Lulus SMA, ia diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Orang tua kemudian menyarankan untuk konsultasi ke psikolog. Diketahui keduanya bagus, tetapi lebih tepat kalau masuk kedokteran. Di FK, “Mungkin karena masih muda, ada saat saya merasa jenuh dan bosan. Setelah berjalan beberapa lama, akhirnya saya bisa benar-benar menikmati apa yang sudah menjadi pilihan,” ujar dr. Lukman Shebubakar, SpOT(K). 
Ia bisa menyelesaikan pendidikan dokter umum tepat waktu, 6 tahun. Kemudian ia ikut program Inpres dan ditempatkan di Puskesmas Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Ia perlu beradaptasi dengan warga setempat, yang berasal dari berbagai suku. Perbedaan budaya ini memaksanya untuk belajar, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan. Sementara dalam soal medis, “Semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah.” 
Kehidupan masayarakat relatif sudah baik, meski pun listrik masih menggunakan tenaga diesel.  Dan terkadang pasiennya ada yang membayar dengan singkong atau beras, meski tidak begitu banyak. Kembali dari Lampung, ia mengikuti pendidikan dokter spesialis. “Ortopedi dipilih karena saya memang suka melakukan tindakan bedah.” Bidang ortopedi saat itu kebetulan baru dibuka. “Jadi, saya nggak usah masuk spesialis bedah dulu. Bisa langsung ortopedi.”  
Kendala di bidang ortopedi, dulu dan sekarang masih sama: biaya. Meski sekarang ada asuransi kesehatan, hanya beberapa perusahaan asuransi yang membebaskan dokter mau menggunakan alat atau tindakan apa. “Sebagai dokter, tujuan saya menolong pasien secara maksimal. Kalau biaya dibatasi, hasilnya bisa tidak bagus. Dokter yang melakukan tindakan juga tidak puas, karena sebetulnya pasien bisa mendapat lebih.”

Kelahiran 1 Januari 1953 ini dulu aktif nge-gym. Sekarang tidak lagi. Selain tidak ada waktu, “Kalau saya paksakan nge-gym, badan malah sakit semua.” (ant)

Tidak ada komentar