Kurap Atau Panu?
Hari
gini, masih ada panu dan kurap? Jangan salah, Anda pun mungkin mengalami, namun
tidak menyadarinya. Jangan kuatir, kedua penyakit kulit yang disebabkan oleh
jamur ini telah ada sejak jaman dahulu kala, dan masih banyak hingga sekarang.
Meski kesadaran akan kebersihan telah jauh lebih baik di jaman sekarang, namun
beberapa kondisi dapat mencetuskan infeksi jamur di tubuh, terutama pada
lokasi-lokasi yang tersembunyi. Lalu bagaimana membedakan kurap dan panu?
Bagaimana cara penanganan dan pencegahannya?
Tinea, pulau berbatas tegas dengan tepi aktif
Dalam
dunia kedokteran, kurap dikenal dengan nama tinea.
Bergantung tempatnya, ia dapat dibagi menjadi tinea corporis (kurap di badan), tinea cruris (kurap di daerah selangkangan dan bokong), tinea pedis (kurap di kaki atau kutu
air), tinea unguium (kurap di kuku), tinea capitis (kurap di kulit kepala), dan tinea barbae (kurap di kumis atau
janggut). Sedangkan panu dikenal
dengan sebutan pitiriasis versicolor.
Panu dahulu dikenal dengan nama tinea
versicolor, karena diduga memiliki penyebab yang sama dengan kurap. Namun
ternyata penyebabnya berbeda.
Tinea
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita, yang terdiri dari tiga jenis, yaitu
Trichophyton, Epidermophyton, dan Microsporum.
Dermatofita lebih menyukai jaringan bertanduk yang banyak mengandung sel mati
di kulit, rambut, dan kuku. Ia juga menyukai tempat yang hangat dan lembab,
yang ideal bagi pertumbuhan jamur, misalnya di daerah lipatan paha atau sela
jari kaki. Yang khas dari infeksi tinea adalah, pada masa inkubasi selama 1-3
minggu, ia menginvasi kulit dalam pola sentrifugal. Ini meninggalkan pola
berupa bercak yang seperti menyembuh di bagian tengah, namun meradang pada
tepinya.
Dikatakan
oleh dr. Laksmi Duarsa SpKK, Dosen
Luar Biasa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Infeksi tinea memang
tidak menyebabkan kematian, namun dapat mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya. Pada pasien tertentu, tinea dapat tidak menimbulkan gejala, hanya
berupa bercak pada kulit. Namun, kebanyakan penderitanya akan mengeluhkan rasa
gatal, atau bahkan rasa perih seperti terbakar di lokasi tinea, disertai dengan
bercak berbatas tegas berbentuk cincin. Biasanya bercak ini akan terasa makin
gatal saat orang tersebut berkeringat. Bila dibiarkan, tinea dapat menjadi
semakin luas, bahkan bercak-bercak yang ada dapat berkumpul menjadi satu
membentuk ‘pulau’ besar di permukaan tubuh.
Tinea
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat terjadi akibat higienitas tubuh yang
kurang. Misalnya malas mandi atau berkeringat banyak tanpa mengganti baju.
Penularan tinea juga dapat terjadi akibat kontak dengan kulit penderita lain
(misalnya berbagi handuk, bertukar pakaian, menggunakan alat olahraga yang
sama, dsb), kontak dengan hewan (biasanya hewan yang terinfeksi mengalami
kebotakan setempat), atau obyek lain. Terkadang, pasien datang dengan
penampakan kulit yang tidak lagi khas, akibat salah menggunakan salep yang
mengandung kortikosteroid. Hal ini dikenal dengan tinea incognito.
Pada
pemeriksaan di dokter kulit, tinea dapat mudah didiagnosis melalui pemeriksaan
sederhana menggunakan bahan kimia kalium hidroksida (KOH). Bagian tepi yang
aktif pada bercak dikikis, kemudian diteteskan KOH untuk melarutkan keratin.
Kemudian sediaan diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat jamur dermatofita.
Menurut
dr. Laksmi, jika diagnosis telah ditegakkan, dokter akan memberikan obat berupa
anti jamur berupa krim yang dioleskan. Umumnya krim yang banyak digunakan
berasal dari golongan azol, seperti mikonazol, ketokonazol, klotrimazol, dan
lain-lain. Lainnya dapat mengandung alilamin, benzilamin, atau piridon. Pada
kasus tinea yang berat atau luas, sering kambuh atau pada penderita yang
kekebalan tubuhnya lemah (immunocompromised), dokter biasanya juga akan
memberikan obat anti jamur yang diminum bersamaan dengan obat oles. Obat yang
diminum dapat berupa golongan azol (flukonazol, itrakonazol, flukonazol),
alilamin (terbinafin), atau griseofulvin.
Pengobatan
tinea harus diberikan secara tepat, teratur, dan menyertai perubahan kebiasaan
atau higienitas penderitanya. Misalnya menghindari penggunaan alat pribadi atau
pakaian bersama, sering mengganti baju, kaus kaki, atau pakaian dalam jika
berkeringat, menggunakan bedak untuk kaki yang sering berkeringat, atau keramas
teratur. Infeksi tinea dapat sulit untuk dihilangkan meski telah diterapi dalam
waktu panjang, oleh karena itu penderitanya harus sabar dan terus melakukan
pengobatan sampai benar-benar tuntas. “Meski rasa gatal telah hilang, belum
tentu tinea sudah sembuh. Pengobatan harus terus dilakukan sampai tuntas agar
jamur tidak meluas kembali dan tidak resisten terhadap obat” tambahnya.
Pitiriasis versicolor, bercak yang membandel
Pitiriasis
versicolor disebabkan oleh jamur dengan genus Malassezia, terutama Malassezia
globosa dan Malassezia furfur. Ia
menyebabkan perubahan warna pada kulit, baik menjadi lebih cerah atau lebih
gelap dibanding kulit di sekitarnya. Daerah yang paling sering terkena adalah
area bahu, punggung, dan dada. Terkadang, pitiriasis versicolor juga dapat
mengenai daerah lipatan, seperti lipatan tangan, kulit di bawah payudara, atau
di lipat paha. Bercak yang mengganggu secara kosmetik ini dapat timbul sendiri
atau beberapa bercak sekaligus. Terkadang bercak ini dapat menimbulkan rasa
gatal yang ringan. Pada permukaannya, dapat tampak sisik halus yang merupakan
bagian dari jamur.
Sebenarnya,
Malassezia merupakan jamur yang
normal terdapat pada kulit manusia, dan tidak dianggap menular. Meski demikian,
ada beberapa orang yang lebih rentan terkena infeksi jamur ini. Mungkin karena
faktor genetik, penggunaan obat golongan kortikosteroid, kekurangan gizi, atau
karena ketahanan tubuh yang terganggu.
Bercak
yang disebabkan oleh tinea versicolor dapat berwarna cokelat atau kemerahan.
Namun tidak jarang dijumpai dengan warna putih, karena zat kimia yang
dihasilkannya menghambat produksi pigmen di kulit. Bercak ini semakin tampak
pada musim panas, di mana kulit sehat di sekitarnya akan makin gelap, namun
tidak pada daerah yang terkena infeksi. Namun, dengan pengobatan warna ini akan
kembali seperti semula tanpa bekas, meski memerlukan waktu sampai beberapa
bulan.
Menurut
dr. Laksmi, sama halnya dengan tinea, pitiriasis versicolor dapat didiagnosis
melalui pemeriksaan di bawah mikroskop menggunakan larutan KOH. Pada mikroskop
akan terlihat jamur Malassezia furfur dengan
gambaran seperti spaghetti dan bakso.
Untuk
terapi, obat-obatan antijamur yang digunakan umumnya sama dengan kasus tinea.
Selain golongan azol dan alilamin, dapat juga diberikan obat topikal yang
mengandung selenium sulfida, natrium sulfasetamid, atau siklopiroksolamin. Obat
dioleskan setiap hari selama sedikitnya 2 minggu. Pada kasus yang berulang,
dapat diberikan setiap minggu selama beberapa bulan.
Terapi
juga dapat diberikan secara per oral atau tablet, yang biasanya lebih disukai
oleh penderitanya, karena lebih nyaman dan tidak memakan waktu. Obat oral yang
digunakan umumnya berasal dari golongan azol. Terapi oral ini juga dapat
diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi.
Perbedaan tinea dan
pitiriasis versikolor
Tinea:
- Disebabkan oleh dermatofita
- Berbentuk bercak dengan batas tegas, dengan tepi aktif dan bagian tengah seperti sembuh.
- Menimbulkan rasa gatal, terutama saat berkeringat
- Banyak di daerah lipatan dan lembab
- Disebabkan oleh kurangnya higienitas dan dapat menular
Pitiriasis
versicolor:
- Disebabkan oleh Malassezia
- Berbentuk bercak dengan warna lebih cerah atau gelap dibanding kulit di sekitarnya
- Hanya sedikit menimbulkan rasa gatal
- Terutama ditemukan pada punggung, bahu, dan dada
- Merupakan jamur yang normal berada pada kulit dan tidak menular
Tidak ada komentar
Posting Komentar