dr. Leecarlo Millano Lumban Gaol, SpBA
Awalnya, ia merasa dilahirkan untuk menjadi
tentara. Di SMP, diketahui bahwa matanya minus. Akhirnya, “Saya banting stir untuk
menjadi dokter,” ujar dr. Leecarlo
Millano Lumban Gaol, SpBA. Menjadi dokter spesialis bedah anak, dilalui
dengan penuh perjuangan. Ia tercatat sebagai dokter spesialis bedah anak ke-99,
dari sekitar 104 dokter bedah anak di Indonesia saat ini.
“Masuk pendidikan spesialis, saya jual mobil dan
menyewakan rumah, hasil kerja saya di dunia farmasi beberapa tahun, mulai
medical, marketing dan sales,” ujarnya. Uangnya ternyata hanya cukup untuk
biaya kuliah beberapa semester. Ia lalu mengandalkan kepiawainnya berolah vocal,
dan manggung di café besar dan hotel berbintang di Yogyakarta. “Semester 6 atau
7 baru bisa manggung. Saat semester awal boro-boro manggung,” katanya.
Jadwal jaga di Departemen Bedah Umum dan Bedah Anak
cukup padat. Belum lagi hukuman jaga dari kakak kelas. Di FK UGM, saat itu
tidak bisa mengambil studi spesialis sembari praktek dokter. Ada kakak kelasnya
yang harus drop out karena ketahuan praktek.
Hoby menyanyi bermula dari kebiasaan menyanyi di
gereja. Ayah satu anak ini merasa beruntung, “Suara saya bisa diterima
masyarakat Yogya dan para turis.” Sebagai penyanyi yang hobinya menjadi dokter,
ia sering didaulat sebagai juri dalam event menyanyi. “Lumayan. Honornya bisa buat
tambah-tambah biaya pendidikan dan makan. Ha ha.”
Ia diwanti-wanti oleh seniornya agar jangan pernah
berharap menjadi kaya dengan menjadi dokter bedah anak, karena 70-90% kasus
anak adalah kelainan congenital, yang banyak diderita kalangan tidak mampu.
Namun, “Nggak tahu kenapa, saya enjoy menjadi dokter bedah anak.” Ia bersama
teman satu angkatan dan beberapa seniornya sedang menyusun buku bedah anak
pertama di Indonesia, sebagai wujud dedikasinya untuk memajukan dunia
kedokteran di Indonesia. Ia dipercaya sebagai chief editor. (ant)
Tidak ada komentar
Posting Komentar