dr. Vera Ikasari, SpBP
dr. Vera Ikasari |
Saat koas di emergency sebuah rumah sakit, ada seorang pasien yang mengalami luka parah. Pasien tadi seorang
pengemudi taksi yang mengalami kecelakaan sampai taksinya remuk. Pasien terluka
terkena pecahan kaca dan benda tajam lainnya. Banyak trauma robekan dan lidah
pasien hampir putus di bagian tengah. Bersama dokter lain, luka dianamnesis,
ditelusuri hingga ditemukan “puzzle” kemudian dilakukan rekonstruksi “Sangat
mengasyikan,” ujar dr. Vera Ikasari,
SpBP. Pengalaman itu sangat berkesan
dan membuatnya tertarik untuk mendalami bidang bedah plastiki.
Ia “beruntung”
bisa menjalani PTT di daerah Tanah Abang, Jakarta,
sekitar tahun 1998. Apa yang ia alami
berbeda dengan para dokter lain yang melakukan PTT di daerah. “Kalau di daerah,
mungkin lebih karena kurangnya fasilitas yang memadai dalam layanan kesehatan.
Di kota besar seperti Jakarta, tantangan saya karena harus bergelut
dengan drugs dealers,” jelas dokter
kelahiran Kudus 15 Agustus 1970 ini.
Di belakang Puskesmas
tempatnya bertugas, ada sebuah sekolah
dasar yang sempat diberitakan ada 10 siswanya
mengalami kecanduan obat terlarang. Mereka diberi pil oleh seorang ibu yang
mengatakan bahwa itu adalah pil vitamin pemicu kecerdasan. Yang terjadi, anak-anak
menjadi ketagihan dan untuk membeli “pil vitamin” mereka mencuri atau menjual
burung milik sang ayah. Dua siswa muncul di sekolah dalam keadaan sakau,
telanjang bulat tidak sadarkan diri.
Hal itu
menggerakkan dr. Vera untuk melakukan penyuluhan di sekolah-sekolah dan
masyarakat. “Waktu itu, di setiap gang di Tanah Abang ada drugs dealers,” jelasnya.
Banyak hambatan saat
ia hendak melakukan penyuluhan. “Masuk gang, banyak orang yang memperhatikan
apa yang akan saya lakukan,” jelasnya. Mereka sinis mungkin karena menjual
narkoba adalah mata pencaharian mereka. “Rasa takut pasti ada. Saya bekerjasama
dengan instansi terkait; kelurahan, kepolisian dan Koramil.”
Ia mendapat
respon positif. Masyarakat kemudian mendukung apa yang ia lakukan, yakni menjauhkan
anak-anak dari akibat buruk narkoba.
Disisi lain, ia merasa optimistis bahwa kedokteran
bedah plastik, baik rekonstruksi mau pun estetik di Indonesia akan terus maju, sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan. Ketika, menghadiri sebuah
simposium bedah platik di Melbourne, Australia, di sana dibahas level yang lebih canggih yaitu stem cell. “Jangan sampai kita kalah
atau ketinggalan dari negara lain. Kita harus update terus ilmu kedokteran dan teknologi yang baru.” (ant)
Tidak ada komentar
Posting Komentar