Advertiser

Breaking News

dr. Dradjat Ryanto Suardi, SpB(K) Onk


dr. Dradjat Ryanto Suardi
Sebagai dokter ia cukup sibuk. Apalagi aktif di organisasi seperti Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Ketua Pengurus Pusat Masyarakat Paliatif Indonesia. Tapi, hobi nyanyi jalan terus. “Nyanyinya di karaoke bersama istri. Tepatnya, saya hobi saya mendengarkan musik,” ujar dr. Dradjat Ryanto Suardi, SpB(K) Onk, di sela acara POI dan PT Novartis Indonesia bertema “Transforming Advanced Breast Cancer at the Molecular Level” di Jakarta.
Ia menyukai musik pop, slow rock, country dan jazz ringan. Sering, untuk menikmati musik ia datang bersama istri ke sebuah klub di kota Bandung. Terasa nikmat mendengarkan musik sambil minum orange jus, minuman kesukaannya.
Di saat lain, ia cukup mendengarkan musik di rumah. Ia memiliki koleksi ratusan compact disc (CD) dari musisi-musisi favoritnya. Di antaranya, "Frank Sinatra dan Broery Marantika." May Way adalah salah satu lagu andalan yang ia lantunkan ketika berkaraoke.
Sebagai Ketua Umum Perhimpunan Onkologi Indonesia (2010-2014), kendala yang dihadapi antara lain masih adanya sekat-sekat keilmuan, yang mendukung bidang kedokteran onkologi. Ia ingin semuanya mencair, melebur dan menjadi satu. Upaya itu antara lain dengan diselenggarakannya Breast Cancer Expert Forum di Hotel Pullman, Central Park, Jakarta, 21 Desember 2013. Lewat forum ini, ia mengundang praktisi kesehatan dari berbagai bidang keilmuan, mulai dari dokter bedah, penyakit dalam dan radiologi. “Tujuan saya semata-mata ingin menciptakan suasana kebersamaan,” jelasnya.
Ia berharap, kesenjangan fasilitas kesehatan antara daerah dan pusat bisa diatasi. Ia tahu karena POI sering melakukan kunjungan dan pelatihan di daerah. Kelahiran Bandung, 11 Februari 1951, yang memperdalam ilmu kedokteran onkologi di Groningen, Belanda, tahun 1996 ini biasa menyetir mobil sendiri Bandung - Jakarta. “Sebagai Ketua POI, saya sering bolak balik Bandung – Jakarta. Kadang ajak istri supaya bisa gantian nyetir. Kadang, Jakarta - Bandung butuh waktu 7 jam. Macet dan bikin capek.” Tidak dengan anak-anak? “Mereka sudah besar-besar. Jadi saya sering  berdua istri ke mana-mana. Itung-itung nostalgia waktu pacaran dulu,” ia tertawa. (ant)

Tidak ada komentar