dr. Peter Ian Limas, SpB-KBD
Kelahiran 27 November 1968 ini tertarik mendalami
bidang bedah digestive, ”Karena bidang ini sangat complicated dibandingkan bedah lain,” ujar dr. Peter Ian Limas, SpB-KBD. Selain itu, kasus yang ditangani
cukup luas dan membutuhkan ketrampilan atau seni bedah tersendiri.
Untuk mendiagnosis kelainan dalam perut saja,
tidaklah mudah. Harus mempertibangkan banyak faktor yang menyertai. Berbeda
dengan mendiagnosis kanker kulit, atau kasus ortopedi, di mana kondisi pasien bisa
terlihat jelas. “Bidang bedah digestive memerlukan ketrampilan tersendiri.
Contoh nyeri perut, kondisi ini bisa karena batu empedu, pankreatitis, usus
buntu, atau penyakit lain. Kebetulan, “Saya suka hal yang menantang dan
disini saya bisa menemukan itu.”
Pengalaman PTT di Puskesmas Pauh yang berjarak
sekitar 120 km dari kota Jambi, ikut menjadi pemicu untuk mendalami soal bedah.
Ketika itu, Pusksmas kedatangan seoang pasien
dengan tumor leher yang kondisinya sangat memprihatinkan. Pasien itu berobat
ke dukun. Oleh dukun, tumor diotak atik,
lalu kemudian ditusuk entah dengan alat
apa, dan diberi rempah-rempah. Pasien itu datang sudah dengan infeksi.
Dr. Peter merasa iba dan tertantang untuk mengambil
spesialis bedah di FK Universitas Padjadjaran, Bandung. Hobinya fotografi dan
naik gunung menjadi hobi yang 2 in 1. Sambil naik gunung, ia bisa sembari
jeprat-jepret mengarahkan kamera. Ia terkesan saat mendaki Gunung Rinjani. “Pemandangannya
sangat indah” jelasnya.
Saat ke India, ia juga banyak melihat objek fotografi
yang bagus. Ia ke India untuk belajar ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) selama 6
bulan, antara tahun 2011-2012. Selain belajar, ia menyempatkan diri keliling ke
beberapa kota ketika liburan. Di India, ERCP sehari bisa 20 pasien, “Karena
kasusnya memang sangat banyak,” ujar dokter yang praktek di RS Gading Pluit, RS
Pluit, dan RS Sumber Waras ini.
“Orang India itu kalau disuruh bertanya mereka
bisa langsung berjajar di depan microphone sampai 5-6 orang. Kalau menjelaskan
mereka juga dengan penuh percaya diri, meski yang dijelaskan belum tentu benar."
Berbeda dengan masyarakat Indonesia yang terkesan malu-malu.
“Rasa percaya diri mereka perlu ditiru.” (ant)
Tidak ada komentar
Posting Komentar