Advertiser

Breaking News

dr. Andry Reza Rahmadi SpPD-KR, Mkes


dr. Andry Reza Rahmadi
Di Indonesia, konsultan reumatologi baru sekitar 60 orang. “Masih sangat sedikit dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang 230 juta jiwa. Atau dibandingkan dengan perkiraan 360.000 pasien rheumatoid arthritis (RA),” ujar dr. Andry Reza Rahmadi, SpPD-KR, Mkes, kelahiran Bandung, 11 Agustus 1971.
Di tempatnya bertugas, RS Hasan Sadikin, Bandung, ia memiliki 200-an pasien RA. Belum lagi di RSU Bina Sehat dan RSUD Al-Ikhsan, Bandung, tempat ia berpraktek.
“Mereka itu pasien yang rajin berobat, sesuai anjuran. Kami ketemu sekali sebulan, karena penyakit RA tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dikontrol,” katanya.
Pasien harus minum obat terus-menerus. Begitu pasien membaik, dosis obat bisa diturunkan, bahkan distop. “Namun, ada kemungkinan penyakit ini kambuh kembali. Maka, harus diobati lagi. Dokter harus mampu mengupayakan pasien untuk mencapai tahap yang disebut low disease activity."
Tak jarang, pasien datang dengan kondisi RA yang sangat berat, yang dengan penanganan maksimal sekali pun sudah tidak bisa ditolong lagi. Tetapi, sebagai dokter ia tidak pernah menyerah. “Kita harus meyakini bahwa masih ada peluang untuk menyembuhkan pasien, sekecil apa pun. Dokter dituntut untuk terus belajar segala kemungkinan,” jelasnya.
Konsekwensi sebagai dokter memang harus terus belajar, dengan membaca jurnal ilmiah, browsing di internet, atau belajar keluar negeri meski membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Untuk point ketiga ini, saya berharap ada program pemerintah yang mendukung dokter-dokter Indonesia menimba ilmu hingga ke luar negeri,” jelasnya.
Ia juga berharap, peralatan mendis di Indonesia dapat menyamai peralatan medis di Negara maju seperti Singapura, Amerika Serikat atau Eropa. Sejauh ini, “Peralatan medis yang ada di Indonesia umumnya masih jauh tertinggal, apalagi di pelosok.”
Spesialis penyakit dalam dan konsultan reumatologi ini, selalu sibuk. Hari Sabtu dan Minggu ia tetap melakukan visite pasien di rumah sakit. Sampa-sampai, “Untuk menyalurkan hobi membaca, saya harus pandai-pandai mencuri-curi waktu. Yaitu saat dalam perjalanan atau ketika selesai mengajar mahasiswa FK Unpad.”  (ant)

Tidak ada komentar