Waspadai Perdarahan pada Penderita Hemofilia
Perdarahan adalah hal yang paling ditakuti oleh
penderita hemofilia. Perdarahan yang berat dan sulit dihentikan dapat terjadi
hanya melalui luka yang bagi orang lain tidak seberapa. “Oleh karena itu,
mereka yang mengidap hemofilia harus selalu waspada dan ekstra hati-hati,
terutama saat melakukan aktivitas yang mungkin berisiko menimbulkan benturan
dan luka” ujar Prof . Dr. dr. Djajadiman Gatot, SpA(K), Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Hemofilia RSCM.
Perdarahan sendi dan efek jangka
panjangnya
Salah satu perdarahan yang kerap terjadi pada
penderita hemofilia adalah perdarahan pada sendi, yaitu engsel yang
menghubungkan dua ruas tulang atau lebih. Pada bagian ujung tulang terdapat
jaringan tulang rawan. Setiap persendian dibungkus oleh jaringan elastis kapsul
sendi, dengan bagian dalam dilapisi oleh membran sinovial yang mengandung
banyak pembuluh darah dan memproduksi cairan sendi. Di sekitar sendi, terdapat
ligamen dan jaringan lunak yang menjaga sendi agar tidak mudah bergeser.
Saat terjadi perdarahan, darah dari pembuluh darah
di membran sinovial akan mengalir ke dalam kapsul sendi. Jika perdarahan tidak
berhenti, maka kapsul sendi akan terisi oleh darah. Darah ini kemudian akan
diserap oleh jaringan di sekitar sendi, dan mengakibatkan pembengkakan pada
jaringan, regangan pada ligamen dan tendon, dan akhirnya menyebabkan kerusakan
pada sendi. Selain itu, terjadi penumpukan zat besi yang menyebabkan pembesaran
dan penebalan membran sinovial. Akibatnya, risiko perdarahan menjadi makin
besar lagi. Gangguan ini disebut sebagai hemophilic arthropathy.
Jika perdarahan terjadi berulang kali pada sendi
yang sama, maka membran sinovial akan mulai memproduksi enzim yang ‘memakan’
tulang rawan sendi. Akibatnya, terjadi erosi dan peradangan sendi. Pada
akhirnya, perdarahan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan kerusakan, dan
jaringan sendi digantikan oleh jaringan parut.
Sendi-sendi yang seringkali mengalami perdarahan
ini dikenal dengan sendi target, yang biasanya berada di sendi lutut, siku, dan
ankle. Ini karena persendian di daerah tersebut bergreak bebas dari sumbu tubuh
dan kurang mendapat perlindungan dari samping. Centers for Disease Control and
Prevention menyatakan sendi target sebagai sendi yang mengalami perdarahan
berulang sebanyak empat kali atau lebih selama 6 bulan terakhir atau merupakan
salah satu dari 20 perdarahan yang pernah dialami seumur hidup.
Kerusakan pada sendi dapat mengganggu aktivitas
pasien sehari-hari. Kerusakan sendi menyebabkan risiko perdarahan berulang pada
sendi yang sama, berkurangnya rentang gerak sendi (sendi tidak dapat diluruskan
atau ditekuk secara optimal), gangguan kekuatan otot di sekitar sendi, nyeri
saat bergerak ataupun beristirahat.
Untuk mencegah kerusakan ini, saat terjadi
perdarahan sebaiknya hindari menggerakkan sendi yang terkena untuk menghentikan
perdarahan. Lengan atau kaki yang terkena diangkat atau ditinggikan. Dapat juga
diberikan obat-obat antiinflamasi untuk mengurangi pembengkakan. Untuk mencegah
gangguan otot akibat tidak digunakan selama menunggu penyembuhan sendi, dapat
dilakukan stimulasi elektrik dan fisioterapi.
Menurut Prof. Djajadiman Gatot, jika terjadi
perdarahan berulang pada sendi yang sama, maka mungkin diperlukan pengobatan
profilaksis selama tiga sampai enam bulan, guna mencegah perdarahan dan
memulihkan sendi kembali seperti normal. Selain itu, dapat dilakukan tindakan
berupa sinovektomi pada keadaan akut. Pada sendi yang telah mengalami kerusakan,
dapat dilakukan prosedur penggantian sendi.
Perdarahan otot dan jaringan lunak
Selain sendi, bagian tubuh yang juga sering
megalami perdarahan pada penderita hemofilia adalah otot. Perdarahan dapat
terjadi pada satu atau beberapa otot sekaligus, terutama setelah terjadinya
trauma atau regangan. Hal lain yang dapat menyebabkan perdarahan otot adalah
pemberian suntikan secara intramuskular (di dalam otot). Oleh karena itu, pada
mereka yang dengan hemofilia, semua suntikan sebaiknya diberikan secara
subkutan).
“Perdarahan otot dapat menyebabkan hilangnya darah
dalam jumlah banyak dan berbahaya jika tidak ditangani secara serius” tambahnya.
Misalnya perdarahan otot di daerah leher, dapat menyebabkan pembengkakan yang
menutup jalan napas. Darah yang berkumpul di dalam otot dapat tidak disadari
oleh penderitanya jika terjadi pada otot besar, karena dapat menampung darah
dalam jumlah besar sebelum akhirnya mengalami pembengkakan. Misalnya pada otot
paha, perut, pinggul, dan punggung. Menumpuknya darah dalam otot dapat
menyebabkan timbulnya sindroma kompartemen, yaitu penekanan pada saraf dan
pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan kecacatan permanen pada pasien.
Perdarahan pada otot ditandai oleh adanya rasa
hangat pada otot dibanding daerah lain, pembengkakan otot dan pembuluh darah
tampak melebar, kemerahan atau kebiruan, kulit yang tegang pada daerah
penumpukan darah, gangguan menekuk ataupun meluruskan otot, nyeri tajam yang
berat (adanya penekanan saraf), rasa baal/kebas atau kesemutan. Menurut Prof.
Djajadiman Gatot, pada anak dapat terlihat takut bergerak dan lebih memilih
merangkak daripada berjalan. Sementara pada anak yang lebih besar dapat
mengeluhkan ototnya seperti tertarik. Otot yang sering mengalami perdarahan
antara lain lengan atas dan bawah, paha, betis, bokong, dan daerah pangkal
paha. Jika ada tanda-tanda ini, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit.
Tidak ada komentar
Posting Komentar