Media Visit [Klinik Nyeri dan Tulang Belakang Jakarta - JPSC] Peran Terapi Intervensi pada Nyeri Kanker
Peran Terapi Intervensi pada
Nyeri Kanker
Jakarta, 7 Desember 2016 - Nyeri pada penderita kanker
kerap menjadi momok. Pasalnya, sebagian besar penderita kanker akan mengalami
nyeri sewaktu-waktu. Mungkin karena penekanan saraf akibat massa kanker itu
sendiri, maupun sebagai efek samping terapi seperti kemoterapi, pembedahan, dan
obat-obatan. Bahkan, nyeri ini dapat menetap meski penderita tersebut telah
dinyatakan bebas dari kanker.
Derajat nyeri yang berkaitan dengan kanker dapat
bervariasi dari penderita satu ke penderita lain. Hal ini dipengaruhi oleh
sejumlah faktor seperti jenis, stadium kanker, dan kepekaan pasien terhadap
nyeri. Nyeri ini umumnya dapat dikendalikan melalui berbagai cara dan obat.
Semakin cepat diterapi, kemungkinan nyeri teratasi juga semakin besar. Berkat guidelines penatalaksanaan nyeri kanker
yang dipublikasikan oleh WHO dan pemahaman mengenai berbagai modalitas
analgesik, penanganan nyeri pada penderita kanker telah jauh lebih baik
dibanding dahulu.
Berdasarkan step
ladder WHO, nyeri yang bersifat ringan hingga sedang dapat diterapi
menggunakan obat-obatan anti inflamasi nonsteroid. Sedangkan nyeri derajat
sedang hingga berat dapat diatasi dengan pemberian obat dari golongan narkotik
seperti kodein, morfin, dan lain-lain.
Sayangnya, studi menunjukkan bahwa penerapan step ladder WHO tidak adekuat pada
sekitar 14% penderita nyeri kanker. “Pada pasien ini, nyeri tidak dapat diatasi
meski telah dilakukan kemoterapi, operasi, radiasi, dan pemberian obat-obatan
pereda nyeri,” ujar Prof. dr. Darto
Satoto, SpAn(K), pakarnyeri Klinik Nyeri dan Tulang Belakang, Jakarta.
Karena itu, kehadiran terapi intervensi sebagai pilihan terapi nyeri yang
efektif tidak kalah pentingnya.
Terapi
intervensi nyeri pada kanker
Menurut studi, 10-20% pasien nyeri kanker yang
memiliki respons rendah terhadap terapi opioid atau bermasalah dengan efek
sampingnya, dapat memperoleh manfaat dari prosedur intervensi yang bertujuan
untuk memutuskan sinyal nyeri dari saraf tepi ke otak.“Terapi ini juga dapat
membantu mengurangi kebutuhan dan efek samping terhadap obat analgesia,
terutama golongan narkotik,” jelasnya.
Ada dua teknik intervensi yang dilakukan untuk
mengatasi nyeri kanker, yaitu teknik destruktif dan teknik non-destruktif.
Teknik destruktif merupakan teknik perusakan jaringan
saraf guna menghentikan impuls nyeri secara irreversible.
Teknik destruktif yang dapat digunakan di antaranya pemberian agen
farmakologis, radiofrekuensi, dan pembedahan. Sedangkan teknik non-destruktif
merupakan teknik untuk menghentikan impuls nyeri secara reversible melalui
obat-obatan atau rangsangan elektrik.
Teknik destruktif umumnya dapat dilakukan hanya
satu kali (meskipun mungkin memerlukan pengulangan di kemudian hari). Dengan
demikian, teknik ini lebih menguntungkan dari segi biaya dan kenyamanan. Akan
tetapi, teknik ini dapat menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan lain di luar
sasaran. Sedangkan teknik non-destruktif dapat berupa prosedur yang dilakukan
secara berkala, pemberian infus terus-menerus, atau melalui perangsangan saraf.
TEKNIK
NON-DESTRUKTIF
Penyuntikan atau pemasangan infus berisi obat
anestesi lokal, dengan atau tanpa steroid, untuk menghambat impuls dan
meredakan nyeri secara reversibel. Teknik ini dapat dilakukan pada saraf
perifer, lapangan perifer, maupun pada sumsum tulang bergantung pada area yang
ingin dimanipulasi. Obat dapat disuntikkan secara berkala atau secara kontinyu
melalui kateter atau pompa infus.
Teknik ini dapat dicoba jika nyeri tidak lagi
dapat diatasi dengan pemberian obat opioid dan analgesik sistemik. Selain itu,
ia juga dapat dilakukan jika pemberian obat secara sistemik ditakutkan akan
menimbulkan efek samping.
-
Neuraxial
analgesia
Merupakan
teknik yang menargetkan cornu dorsalis sumsum tulang melalui pemberian obat
yang disuntikkan secara epidural atau intratekal. Obat yang digunakan pada
neuraxial analgesia umumnya berasal dari golongan opioid (misalnya morfin),
obat anestesi lokal (misalnya bupivacaine), atau gabungan keduanya. Teknik ini
terbukti pada sejumlah studi dapat menurunkan kebutuhan obat pereda nyeri
sistemik pada pasien dengan nyeri kanker derajat berat dan cukup populer.
“Untuk mendapatkan efek jangka panjang, teknik ini dapat dikombinasikan
dengan pemasangan implant kateter,” jelasnya.
-
Perangsangan sumsum tulang
Merupakan teknik penanaman elektroda secara perkutan di dalam rongga
epidural setinggi daerah spinal yang hendak diatasi nyerinya. Elektroda ini
akan menghantarkan stimulus yang menurunkan sensasi nyeri di daerah yang
dituju. Meski demikian, teknik ini belum banyak digunakan pada penderita
kanker.
TEKNIK DESTRUKTIF
Teknik destruktif merupakan teknik ang
didesain untuk mendapatkan efek analgesia yang lebih permanen. Meski demikian,
perlu diingat bahwa saraf yang mengalami kerusakan cenderung tumbuh atau sembuh
dalam waktu beberapa bulan, sehingga ada kemungkinan nyeri timbul kembali.
-
Penggunaan agen farmakologis
Agen yang digunakan biasanya adalah ethanol 50-100% dan phenol 3-12%.
Untuk mengurangi rasa nyeri, larutan alkohol yang akan disuntikkan dapat
dicampur terlebih dahulu dengan obat anestesi lokal. Penyuntikan bahan kimia
ini akan menyebabkan iritasi dan kerusakan sel-sel saraf, baik pada membran
protein, lapisan myelin, hingga akson dan sambungan saraf. Bahan ini dapat
disuntikkan secara intratekal untuk menghentikan hantaran sinyal nyeri ke otak.
-
Radiofrekuensi
Pemberian arus radiofrekuensi sebesar 50-500kHz ke dalam jaringan saraf
akan menimbulkan panas ang dapat mengakibatkan ablasi atau kerusakan jalur yang
menghubungkan saraf tepi dan saraf pusat.
Pada radiofrekuensi konvensional, arus ini dihantarkan melalui ujung
jarum yang diletakkan pada saraf yang menjadi sasaran, kemudian dipanaskan paa
suhu 80-90°C selama 60-90 menit.
-
Pembedahan
Penghantaran sinyal dari
saraf tepi kesaraf pusat data dihambat dengan memutuskan hubungan keduanya
melalui pembedahan. Meski demikian, teknik ini jarang dilakukan. Teknik
pembedahan yang dapat dilakukan di antaranya myelotomi midline untuk kanker
yang menimbulkan nyeri visceral dan perusakan akar dorsal pada sumsum tulang belakang.