Belajar Digital Marketing Klinik atau Rumah Sakit - Kekuatan Testimoni
Bicara mengenai digital marketing klinik atau rumah sakit mungkin saya bukan orang yang paling tepat. Karena pengalaman saya di bidang digital marketing terutama produk kesehatan dalam hal ini klinik atau rumah sakit masih terbilang baru (Klinik Nyeri dan Tulang Belakang Jakarta), Rumah Sunatan, PT Visi Sejahtera Medika (Distributor Alat Kesehatan) dan RS YPK Mandiri. Namun keinginan untuk bisa terus belajar menjadi hal utama yang saya selalu terapkan.
Dulu marketing klinik atau rumah sakit masih mengandalkan hubungan kedekatan mereka dengan perusahaaan lain, seperti dokter praktek pribadi, laboratorium, perusahaan farmasi, perusahaan besar, asuransi swasta atau pemerintah, dan juga komunitas-komunitas. Hadirnya sosial media, seolah-olah mematahkan mata-rantai yang dibagun sejak lama tersebut. Orang atau individu bisa saja memilih fasilitas kesehatan yang mereka inginkan, melalui informasi sosial media berapapun jaraknya.
Optimasi Sosial Media
Tak bisa di pungkiri, banyak praktisis klinik atau rumah sakit saat ini lebih fokus pada optimasi sosial media seperti halnya facebook, instagram, youtube dan mulai meninggalkan twitter. Apakah yang meraka lakukan salah? Jawabannya tidak. Bagi saya sosial media layaknya ajang menunjukan diri, eksistensi tapi bukan untuk mendapatkan calon pasien yang sesungguhnya.
Eksistensi sebuah layanan kesehatan memang sangat-sangat diperlukan di era digital seperti ini. Semakin banyak follower semakin banyak kemungkinan produk yang akan kita informasikan komunikasikan ke masyarakat. Tapi bagi saya aktivitas media sosial ini layaknya brosur klinik yang kita bagikan ke masyarakat di offline marketing. Kemungkinan orang atau individu mengetahui informasi produk kita ada namun lagi-lagi orang sayang membutuhkan angkanya sangatlah kecil.
Saat sebuah produk yang kita tawarkan melalui sosial media tersebut kita konsep dalam bentuk visual memang kemungkinanannya lebih besar dibandingkan kita hanya membuat sebuah desain foto dua dimensi disertai keterangan foto.
Video berduarsi 3-5 menit seperti halnya testimoni menjadi salah satu bagian marketing kesehatan yang jitu. Namun tak mudah bagia tim digital marketing bisa mendapatkan moment yang baik, terkait testimoni yang akan kita luncurkan ke publik. Kesulitan dilapangan menjadi bagian yang harus bisa dihadapi. Ini karena sebagian besar masayarakat kita masih menutupi atau tidak ingin kondisi penyakitnya diketahui banyak orang. Saat ada tokoh masyarakat tertentu datang ke klinik atau rumah sakit tak jarang mereka malah tidak ingin di publikasikan melalui media sosial, meski ujung dari apa yang tim dokter lakukan berbuah dengan peningkatan kualitas hidup pasien.
Masih ingat pengobatan alternatif asal tiongkok yang ada di Kelapa gading dulu? Apa yang membuat pasien banyak berdatangan ke klinik tersebut menurut saya testimoni yang meyakinkan. Layakkah praktek klinik dokter baik pratama maupun utama menyuguhkan testimoni untuk pasiennya demi menarik massa pasien lain untuk berkunjung? Menurut saya sah-sah saja, asal apa yang disampaikan benar adanya, tidak melebihkan atau mengurangi kenyataan sesungguhnya.
Dulu marketing klinik atau rumah sakit masih mengandalkan hubungan kedekatan mereka dengan perusahaaan lain, seperti dokter praktek pribadi, laboratorium, perusahaan farmasi, perusahaan besar, asuransi swasta atau pemerintah, dan juga komunitas-komunitas. Hadirnya sosial media, seolah-olah mematahkan mata-rantai yang dibagun sejak lama tersebut. Orang atau individu bisa saja memilih fasilitas kesehatan yang mereka inginkan, melalui informasi sosial media berapapun jaraknya.
Optimasi Sosial Media
Tak bisa di pungkiri, banyak praktisis klinik atau rumah sakit saat ini lebih fokus pada optimasi sosial media seperti halnya facebook, instagram, youtube dan mulai meninggalkan twitter. Apakah yang meraka lakukan salah? Jawabannya tidak. Bagi saya sosial media layaknya ajang menunjukan diri, eksistensi tapi bukan untuk mendapatkan calon pasien yang sesungguhnya.
Eksistensi sebuah layanan kesehatan memang sangat-sangat diperlukan di era digital seperti ini. Semakin banyak follower semakin banyak kemungkinan produk yang akan kita informasikan komunikasikan ke masyarakat. Tapi bagi saya aktivitas media sosial ini layaknya brosur klinik yang kita bagikan ke masyarakat di offline marketing. Kemungkinan orang atau individu mengetahui informasi produk kita ada namun lagi-lagi orang sayang membutuhkan angkanya sangatlah kecil.
Saat sebuah produk yang kita tawarkan melalui sosial media tersebut kita konsep dalam bentuk visual memang kemungkinanannya lebih besar dibandingkan kita hanya membuat sebuah desain foto dua dimensi disertai keterangan foto.
Video berduarsi 3-5 menit seperti halnya testimoni menjadi salah satu bagian marketing kesehatan yang jitu. Namun tak mudah bagia tim digital marketing bisa mendapatkan moment yang baik, terkait testimoni yang akan kita luncurkan ke publik. Kesulitan dilapangan menjadi bagian yang harus bisa dihadapi. Ini karena sebagian besar masayarakat kita masih menutupi atau tidak ingin kondisi penyakitnya diketahui banyak orang. Saat ada tokoh masyarakat tertentu datang ke klinik atau rumah sakit tak jarang mereka malah tidak ingin di publikasikan melalui media sosial, meski ujung dari apa yang tim dokter lakukan berbuah dengan peningkatan kualitas hidup pasien.
Masih ingat pengobatan alternatif asal tiongkok yang ada di Kelapa gading dulu? Apa yang membuat pasien banyak berdatangan ke klinik tersebut menurut saya testimoni yang meyakinkan. Layakkah praktek klinik dokter baik pratama maupun utama menyuguhkan testimoni untuk pasiennya demi menarik massa pasien lain untuk berkunjung? Menurut saya sah-sah saja, asal apa yang disampaikan benar adanya, tidak melebihkan atau mengurangi kenyataan sesungguhnya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar