RS Prof. Dr. Kandou Manado: Pasien adalah Segalanya
Sudah berstatus BLU dan mengantongi akreditasi 16 pelayanan, RS ini sedang mengejar untuk akreditasi RS pendidikan dan JCI.
Sakit, ingat RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou. Bagi masyarakat Manado, Sulawesi Utara, rumah sakit di Jalan Raya Tanawangko No.56 ini menjadi pilihan utama. Bangunan rumah sakit terletak dekat pantai yang direklamasi, di mana berdiri deretan ruko (rumah toko). RSUP Prof. Kandou diresmikan sekitar 17 tahun yang lalu (1995). RS ini menempati areal yang luas, relative hijau oleh pepohonan, terasa sejuk dan nyaman.
“Kota Manado memiliki keunggulan sebagai sebagai daerah tujuan wisata, domestik mau pun internasional. Kami berusaha untuk terus berbenah diri, dengan meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan, ditunjang dengan peralatan yang canggih,” ujar Direktur Utama dr. Djolly M Rumopa, SpOG. Selain memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, RS ini telah banyak menghasilkan dokter umum, dokter spesialis dan profesi kesehatan lainnya. Hal itu sesuai visi RS, yakni: menjadi rumah sakit pendidikan unggulan di kawasan timur Indonesia bagian utara. Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, memang sudah memiliki fakultas kedokteran sejak lama.
RS Prof. Dr. Kandou Manado telah memperoleh akreditasi lengkap (16 pelayanan). Hal itu diperoleh lewat kerja keras dan kerja sama antara pihak manajemen dan karyawan secara keseluruhan. Setelah akreditasi 16 pelayanan di tangan, pihak manajemen akan mengurus untuk bisa mendapat akreditasi rumah sakit pendidikan. Syarat untuk bisa mendapat akreditasi pendidikan, memang harus sudah mengantongi akreditasi pelayanan lengkap.
Beberapa waktu lalu, RS ini berhasil menangani kasus yang jarang. Yakni, operasi tumor pada ginjal seorang anak kecil. Dilakukan kerja sama dengan mendatangkan ahli anestesi dari Belanda, khusus untuk pelaksanaan operasi dimaksud.
RS ini memiliki motto “Kepuasan pelanggan di atas segala-galanya”. Maksudnya? “Anda pernah makan di restoran kan? Di restoran, pengunjung adalah raja. Sebagai Badan Pelayanan Umum (BLU), yang berarti RS dikelola secara mandiri, kami berupaya agar pasien juga seperti raja. Meski ini RS pemerintah, kami ingin bahwa apa saja yang pasien inginkan dapat terlayani,” ujar Direktur Sumber Daya Manusia dr. Armenius R. Sondakh, Sp.THT-KL.
Untuk itu, perlu kesiapan SDM (sumber daya manusia). Dilakukan pembinaan mental spiritual dan pelatihan, tentang cara agar dapat memuaskan konsumen. Diajarkan, misalnya, bagaimana cara menerima pasien. Bagaimana menghadapi masyarakat Manado, Jawa dan suku bangsa lain, yang berbeda adat istiadat, bahasa dan kebiasaannya. “Intinya, konsep melayani di mana-mana sama, yaitu bersikap ramah. Petugas Satpam pun kami ajari,” katanya.
Memang, needs manusia tidak terukur dan terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan –kebutuhan itu, diperlukan pengorbanan. “Memuaskan pelanggan itu tergantung case. Artinya, case by case kami tangani sedapat mungkin. Sehinga, pasien yang datang dalam keadaan sakit, bisa pulang dalam keadaan sehat. Itu konsepnya, dan selama perawatan pasien memperoleh pelayanan yang menyenangkan,” katanya lagi.
Pro Rakyat
Di banyak kota di Pulau Jawa, ruang kelas utama (VVIP) umumnya laris manis. Bahkan ada pasien yang harus masuk daftar tunggu. BOR ruangan kelas utama RS Prof. Kandou sekitar 65,18%. Terendah dibanding kelas 1 (92,55%), kelas 2 (80,46%), kelas 3 (75,38%). Bahkan kelas darurat mencapai 101,59%. Apakah kalangan atas dan pejabat di Manado, Sulawesi Utama umumnya, lebih memilih berobat ke luar Manado?
“Untuk pejabat biasanya kami sediakan yang terbaik,” ujar dr. Armenius. Ada yang berobat ke luar Manado karena penyakitnya. Ada yang berobat ke RS wasta; di Manado setidaknya ada dua RS swasta yang cukup dikenal. Tapi, banyak yang kemudian balik lagi ke RS Prof. Kandou, karena di sini peralatannya relative lengkap.
RSUP ini, memang, memosisikan diri sebagai “rumah sakit pro rakyat”. Itu sesuai motto “Kepuasan pelanggan di atas segala-galanya”. Menurut dr. Armenius, “Sesuai juga dengan misi, yakni melaksanakan pelayanan medis yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.”
Pro rakyat maksudnya bahwa kepada rakyat/pasien, diberikan pelayanan yang bisa dipertanggung jawabkan. Bila ada pasien, dalam 5 menit sudah ditangani. Tidak ada pasien yang ditolak. “Pasien tidak ditanyai, apakah punya uang. Pasien kaya atau pasien miskin, pegawai atau bukan, yang dalam keadaan darurat langsung kami tangani. Jangan sampai mereka yang sakit seperti pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Misi kami kan melayani masyarakat secara professional, bermutu dan tepat waktu dalam melakukan tindakan,” katanya.
Masyarakat kelas bawah biasanya memanfaatkan program Jamkesmas, dan rujukannya memang ke RS Prof. Kandou. Sedangkan masyarakat kelas menengah atas, karena punya uang, bisa memilih rumah sakit mana yang dikehendaki.
Cardiac Center
Seperti banyak terjadi di rumah sakit lain, di sini kasus vaskuler/pembuluh darah masuk 10 besar penyakit. Yang menarik adalah penyebabnya. “Kami banyak menangani kasus hipertensi, stroke. Anda kan tahu, masyarakat Manado dan sekitarnya gemar makan daging seperti daging anjing dan tikus,” ujar.
Karena sejarahnya yang panjang (dimulai dari Koningen Wilhelmina Ziekenheuis yang berdiri 1936), RS ini sudah menjadi bagian dari masyarakat Manado dan sekitarnya. Betapa ramainya rumah sakit ini, tergambar dari angka-angka berikut (data tahun 2011): Kunjungan pasien rawat jalan mencapai 150.972 (lebih 12.500 pasien/bulan). Pasien rawat inap berjumlah 25.857. Instalasi Rawat Darurat menangani 35.637 kasus/pasien. Terbanyak di IRD Medik (16.613), disusul IRD Bedah (7.569), IRD Anak (5.645), IRD Obsgyn (5.807) dan OK IRD (3).
Kegiatan pelayanan Instalasi Farmasi tak kalah ramai. Tahun lalu, tercatat ada 68.019 resep. Yang berasal dari resep Askes (33.428), resep Jamkesmas (19.692), resep umum (14.782) dan IKS (117). Sepuluh besar penyakit pasien yang menjalani rawat inap adalah: gangguan endokrin, nutrisi dan metabolic lainnya, anemia, hipertensi esensial, penyakit system kemih, dyspepsia, diare dan gastroenterisis karena infeksi TTT, diabetes mellitusyang tidak bergantung insulin, TB paru, pneumonia dan gagal jantung.
Sebagai antisipasi atas meningkatnya kasus pembuluh darah, telah dibangun center of excelence berupa Cardiac Center. Program-programnya sudah pula disiapkan, antara lain bahwa di RS Prof. Kandou Manado akan dapat melakukan operasi bedah jantung, bedah torax, dan lain-lain. Tinggal menanti SDM (dokter spesialis jantung) dan peralatan yang lengkap. SDM dimaksud, kini sedang mengikuti pendidikan di Rumah Sahit Jantung Harapan Kita, Jakarta, dan tak lama lagi akan kembali ke Manado. “Diharapkan, pasien dari Indonesia timur bagian utara nantinya tidak lagi lari ke Jakarta atau ke luar negeri (Singapura, Malaysia, Philipina),” ujar dr. Armenius.
Badan Layanan Umum
Sejarah RS ini bermula tahun 1936, saat pemerintah Belanda mendirikan Koningen Wilhelmina Ziekenheuis (KWZ) di daerah Gunung Wenang, Manado. Jepang datang, RS ini berganti nama menjadi Kaiugun Bioin. Indoneia merdeka, namanya berulah menjadi RS Gunung Wenang Manado. Pada tahun 1995, RS dipindahkan ke lokasi yang lebih memadai dan lebih luas di daerah Malalayang Manado. Nama RS disesuaikan dengan nama daerah (RSUP Malalayang Manado) dan ditetapkan sebagai RS Unit Swadana Pengguna Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Nama RS yang sekarang ditetapkan tahun 2004, dan sejak 2007 RS ini ditetapkan sebagai instansi yang menerapkan PPK BLK. Dengan kata lain, RS harus dapat membiayai diri sendiri. Meski begitu, kata dr. Armenius, “Kami tidak mengejar profit.” Benar, masyarakat miskin tidak dipungut bayaran, Tapi pembiayaannya sudah lewat Jamkesmas.
Dan, sejauh ini operasiomal RS dapat berjalan lancar. Pegawai yang berjumlah 2.222 – di antaranya 670 tenaga medis dan 832 tenaga perawat – bisa mendatangkan pendapatan yang terus meningkat. Tahun 2011, pendapatan RS ini Rp. 115,824 milyar lebih. Naik tajam dibanding tahun 2010 (Rp.80,423 milyar) dan tahun 2009 (Rp.61,183 milyar). Sebagian besar pendapatan, berasal dari instalasi rawat inap (jumlah tempat tidur sekitar 735). “Kalau keadaan darurat, gang-gang rumah sakit kami gunakan,” ujar dr. Armedius.
Dana yang diperoleh, dimanfaatkan antara lain untuk pengembangan dan meningkatkan mutu SDM. Juga untuk memberi peralatan yang diperlukan. Terrmasuk untuk maintenance peralatan. “Peralatan yang kami miliki, sudah dioperasikan sejak 4-5 tahun yang lalu. Peralatan X Ray sudah harus diganti spare partsnya,“ katanya memberi contoh.
Dana yang diperlukan RS memang cukup besar. Selain biaya operasional termasuk gaji karyawan, perlu biaya untuk pemeliharaan dan pembelian peralatan yang harganya tidak murah. Pihak RS juga menyadari perlunya menyediakan sarana penunjang untuk instalasi gawat darurat. Selain dari hasil usaha, “Pembiayaan RS sebagian dari APBN, sumbangan atau hibah” katanya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar