Lomba dalam Rangka Peringatan HUT RI di Lingkungan, Ajang Silaturahmi atau Perpecahan?
Entah siapa yang harus disalahkan.
Sejak duduk dibangku sekolah dasar, saya selalu dihadapkan dalam sebuah
kompetisi. Kompetisi untuk menjadi nomer satu, dikelas, menjadi nomer satu saat
ditanya guru secara lisan.
Ya, saya lahir di era itu. Bukan
nilai A yang saya dapat seperti sekarang ini, tapi nilai berbentuk angka, dari
0 hingg 100. Imbasnya sekarang saya mengaplikasikannya dilingkungan sekitar. Itu
juga yang dilakukan warga lain seumuran saya, ditempat kami tinggal.
Egoisme untuk menjadi pemenang
tidak bisa disembunyikan. Ajang lomba antar RT dalam lingkup RW yang tadinya
bertujuan untuk meningkatkan rasa silaturahmi melalui kegiatan peringatan
HUT-RI berubah menjadi ajang kompetisi untuk memenangkan suatu kelompok. Sayangnya
saya ada dalam kepanitiaan itu, hati nurani terbagi antara memenangkan RT kami,
atau mensukseskan acara yang ada.
Canda tawa yang seharusnya muncul
hilang. Adu sikut, bahkan niat mencelakai individu tertentu muncul. Yang saya sangat
sayangkan, ada yang memendam kebencian dari tahun sebelumnya. Muncul pendapat,
ketidak tegasan panitia perlombaan. Ketidaktahuan aturan perlombaan hingga
berbagai argumentasi pribadi yang bertujuan tak lebih hanya menguntungkan
pribadi atau kelompoknya. Yang saya herankan ini muncul saat perlombaan
berlangung. Padahal di lain waktu, kami juga tetap futsal, tetap bertemu dengan
mereka-mereka dalam lingkup RW. Apa ada komplen pada individu tersebut? Jawabannya
tidak. Mereka tetap asik bermain bola, tanpa ada gebok sana tendang sini.
Saya masih ingat betul kejadian
tahun lalu, saat mengikuti pertandingan futsal di lingkungan ini. Jatuh bangun,
hingga cidera perkepanjangan saya alami, untuk sujud dan ruku disetiap solat
saya bahkan harus melakukan ancang-ancang agar nyeri tidak menghujam. Saat itu
istriku bertanya, “Pa masih sakit kakinya?,” jawabku iya sedikit, dengan
menambahkan argumentasi nyeri ini sebagai hal yang wajar didapat ketika bermain
bola, meski saat itu sudah 2 bulan berlalu. “Selesai” dan istri memaklumi. Saya yakin musuh saya tidak sengaja
mencelakai saya. Dan saya tidak memiliki dendam sedikitpun dengan yang
bersangkutan atau kelompok mereka. It’s a game. Selalu akan ada kalah atau
menang. Tinggal bagaimana diri kita, bisa menerima atau tidak, tanpa beralasan.
Tidak ada komentar
Posting Komentar