Prof. dr. Teguh Santoso, MD, FACC, FECS

Prof. Teguh Santoso

Beberapa bulan lalu, seorang pasien dari Indonesia berniat melakukan tindakan intervensi koroner perkutan di negara tetangga. Dokter di sana angkat tangan, dan  menganjurkan pasien untuk operasi bypass. Pasien menolak dan memilih balik ke Indonesia. Ia kemudian ditangani di RS Medistra. “Saya pasangkan 1 buah drug eluting stent (DES) dan 3 bioresorbable vascular scaffold (BVS). Hasilnya luar biasa,” ujar Prof. dr. Teguh Santoso, MD, FACC, FECS.

Di RS Medistra, ia sudah melakukan pemasangan BVS sejak tahun 2012. “Bisa dibilang 75% pemasangan BVS di Indonesia, saya yang melakukan,” paparnya. BVS adalah stent berbalut obat generasi terbaru. Terbuat dari material poly-l-lactic acid/ PLLA yang dapat terserap tubuh, tanpa meninggalkan risidu toksik. Perlu waktu sekitar 3 tahun setelah pemasangan BVS, hingga akhirnya stent ini terserap pembuluh darah.

Keuntungan BVS dibanding DES di antaranya: mampu mengurangi risiko trombosis jangka lama; menurunkan risiko penyempitan kembali (restenosis), mengembalikan fungsi alamiah pembuluh darah karena tidak adanya kerangka metal, memudahkan dokter melakukan intervensi ulang bila diperlukan di masa yang akan datang.

Prof. Santoso tidak menganggap mengatasi sumbatan di pembuluh darah sebagai pekerjaan, melainkan hobi. Pembuluh darah ke jantung ibarat pipa air. Pekerjaan Prof. Santoso seperti tukang ledeng, melancarkan kembali sumbatan pembuluh darah yang bisa memicu serangan jantung.

Kelahiran Purwokerto, 24 Juli 1944, ini mengatasi masalah penyumbatan pembuluh darah yang rumit  jadi terlihat simpel. “Kalau bekerja terasa menyenangkan, kita tidak akan merasa itu sebagai pekerjaan. Nggak ada hobi yang lebih menarik dari ini,” ujarnya. Ada kebahagiaan tersendiri ketika dapat menolong pasien dengan kondisi buruk, kemudian pasien bisa sembuh. “Bukan hanya menolong pasien. Kita juga menolong keluarganya.”  (ant)