Dr. dr. Irawan Mangunatmadja, SpA(K)
Dr. Irawan Mangunatmadja |
Bagi sejawat dokter di Indonesia, mungkin tidak
asing lagi dengan nama Dr. dr. Irawan
Mangunatmadja, SpA(K), pria yang sempat belajar menggenai Neurophysiology
di University Medical Center - Utrecht, Belanda, bisa dibilang adalah pakarnya epilepsy anak.
Saat ditemui disela-sela, seminar media dengan
tema “Unmask Epilepsy” beberapa waktu lalu di Jakarta, pria kelahiran Martapura
28 Februari ini mengaku tertarik menekuni bidang neurologi anak terutama fokus
pada epilepsy karena beberapa hal. “Hal
yang paling utama pada kesehatan anak adalah tumbuh kembang. Perkembangan anak
ini penting, untuk mendapatkan tumbuh kembang anak yang baik. Didalam tumbuh
kembang itu, anak juga harus memiliki perkembangan otak yang baik pula,”
jelasnya. Meski tadinya ia belajar secara menyeluruh di bidang neurologi anak,
ia kemudian memutuskan menfokuskan diri pada epilepsy. “Bukan tanpa sebab, ini
karena disertasi saya saat itu juga membahas mengenai epilepsy pada anak,”
jelasnya.
Saat ditanya kenapa memilih menjadi dokter ketimbang
profesi yang lain? Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (dokter
umum dan dokter spesialis anak) ini menjawab, ia tertarik menggeluti bidang
kedokteran, karena lebih gampang berbuat pahala dibandingkan dengan pekerjaan atau profesi yang lain. “Contohnya gini, ada
anak sakit. Hanya dengan menuliskan resep saja pada orang tuanya, mereka pasti
bakal bilang terimakasih. Bisa dibilang saya tidak mengeluarkan apapun juga,
hanya menuliskan jenis atau nama obat tertentu diselembar kertas yang kemudian
dapat dibeli oleh orang tua anak di Apotek,” paparanya.
Pengalaman PTT-nya di Nusa Tenggara Timur,
tepatnya pada awal tahun 1984 hingga akhir tahun 1987. “Saya disana betah,
sampai 4 tahun,” jelasnya. Ia mengatakan banyak sekali pengalaman menarik yang ia
dapatkan. “Saya bukan mau pamer. Dulu saya disana melakukan semuanya sendiri.
Intinya semua yang bisa saya kerjakan ya saya kerjakan,” jelasnya. Seperti
contoh melakukan operasi kebidanan pada pasien di Puskesmas Palla, Kabupaten
Sumba Barat Daya. Ia melakukan hal ini karena saat itu bisa dibilang pasien
dalam keadaan emergency, jika tidak dilakukan operasi pasien bisa meninggal
dunia. “Disisi lain saat itu memang di daerah tersebut tidak ada dokter
lainnya,” pungkasnya. (ant)
Tidak ada komentar
Posting Komentar