Advertiser

Breaking News

dr. Elvioza, SpM(K)


Kiri, dr. Elvioza
Selepas PTT tahun 1992, ia memutuskan untuk mengambil spesialis mata. “Kebetulan ketika itu, dokter mata masih sedikit dan distribusinya masih kurang," ujar dr. Elvioza, SpM(K), 53 tahun, Staf Ahli Divisi Vitreo - Retina RSCM Kirana. Pertimbangan lain,  kasus kesehatan mata di Indonesia terus meningkat, dan angka kebutaan semakin tinggi. “Sebenarnya, kebutaan bisa dicegah. Tapi, karena jumlah dokter mata  masih kurang, kondisi itu tidak dapat dihindari.”
Ilmu kesehatan mata berkembang sangat pesat. Ini alasan lain, yang membuatnya memilih menjadi dokter spesialis mata. Bidang vitero - retina yang ditekuninya, banyak memiliki kasus unik dan sulit ditangani. Ia mencontohkan, ada pasien satu matanya mengalami kebutaan, dan yang satunya mengalami kerusakan. Kalau tidak segera dilakukan tindakan, kedua matanya bisa menjadi buta. Meski dapat dilakukan tindakan, ada risiko kegagalan. “Nah, itu yang saya namakan risiko. Apa boleh buat. Yang terpenting berusaha menyelamatkan pasien semaksimal mungkin.”
Kasus lain, obat yang sama reaksi yang ditimbulkan pada pasein berbeda, sehingga sebagai dokter ia selalu memberi informed consent. “Kami berikan edukasi, karena bagaimana pun kesembuhan idatangnya dari pasien sendiri, belum tentu dari obat.”
Umumnya, pasien yang datang ke tempat praktek sudah dengan komplikasi; misalnya dengan penyakit diabetes mellitus. Kondisi ini menyulitkan proses penyembuhan. Ia berusaha semaksimal mungkin, dan menjelaskan kepada pasien mengenai kondisinya. “Butuh kerjasama antara pasien dan dokter,” ujarnya.
Sebisa mungkin, paisen disarankan untuk mengendalikan semua faktor risiko yang dapat menyebabkan kerusakan pada mata. “Jika punya darah tinggi, darah tingginya dikendalikan, selain menghindari gaya hidup yang tidak sehat.  Merokok merupakan faktor risiko yang harus sangat dihindari. Mengonsumsi banyak makanan yang mengandung vitamin, seperti buah-buahan dan sayuran, sangat membantu menyehatkan mata.” (ant)

Tidak ada komentar