dr. IGA Nari Laksmi Dewi, SpB
Ia merasa, passion-nya
di bidang emergency sangat besar. “Susah dijelaskan. Tapi, memang klik-nya di situ. Mau gimana lagi,”
jelas dr. IGA Nari Laksmi Dewi, SpB,
di sela acara media gathering “Emergency,
what to do,” di auditorium RSU Bunda, Jakarta. "Mencari pekerjaan yang
nyantai tapi uangnya banyak, susah,” candanya. “Jadi, saya jalani apa yang ada
di hadapan saya, meski harus selalu siap ditelepon rumah sakit untuk melakukan
tindakan 24 jam/hari, 7 hari/minggu.”
Menjadi dokter bedah, ia merasa “gagah”. “Meski
cewek, tapi kelihatan gagah dengan menjadi dokter bedah,” jelasnya. Saat
pendidikan di rumah sakit atau koas,
dokter bedah bisa dibilang yang paling “gagah” dibaningkan dokter lain.
Ini yang membuatnya tertarik menjadi spesialis bedah.
Menjadi dokter awalnya sepertinya suatu hal yang musatahil.
“Sejak masih kelas 2 SD, saya sudah ditinggal ayah,” kenangnya. Ibundanya
bekerja keras untuk mencukupi kebutuhakn ke empat anaknya. Adiknya yang paling
kecil, saat itu masih berusia 5 tahun. “Ibu saya guru.”
Berbekal pendidikan yang diajarkan ibunda
tercinta, Laksmi akhirnya bisa masuk fakultas kedokteran. Ia mendapat beasiswa
karena prestasinya. “Soal buku pelajaran, tidak ada masalah karena kakak saya
sudah lebih dulu masuk fakultas kedokteran. Saya mewarisi buku-bukunya, tanpa
harus membeli,” kata kelahiran Singaraja, Bali, 13 Oktober 1971 ini.
Saat di SMA, ia sempat tertarik untuk masuk fakultas
teknik. Kemudian memilih masuk fakultas kedokteran, karena arahan dan wejangan
ibunda tercinta. “Dalam hidup, saya tidak terlalu pilih-pilih. Apa yang di
depan mata, saya jalani dengan ikhlas.”
“Ketika melakukan pertolongan yang bersifat life saving, saya tidak pernah melihat
pasien itu siapa, jabatannya apa. Intinya, saya tolong dulu.” Tak jarang ia
tidak mendapat kompensasi apa pun, dari yang ia kerjakan meski harus datang jam
02.00 dini hari hingga hampir terbit fajar. “Tapi saya puas bisa menolong sesama,”
ujar ibu 3 anak yang hobi nonton film dan jalan-jalan bersama keluarga, dan
baru sekitar 2 tahun pindah dari Surabaya ke Jakarta ini. (ant)
Tidak ada komentar
Posting Komentar