Advertiser

Breaking News

Prof. Dr. drg. Hj. Melanie S Djamil, Mbiomed


Prof. Melanie S Djamil
Suatu kali di Palembang ia menemani ayahnya ke dokter gigi. Ia melihat peralatan dokter gigi sepertinya lucu, kecil-kecil seperti mainan. Hal itu menambah ketertarikannya untuk menjadi dokter gigi “Itu cita-cita saya sejak duduk di bangku sekolah dasar,” ujar Dekan FKG Usakti Prof. Dr. drg. Hj. Melanie S Djamil, Mbiomed, saat membuka acara BKGN (Bulan Kesehatan Gigi Nasional), kerja bareng RSGM-FKG Usakti dengan Pepsodent belum lama ini di Jakarta.
Belakangan ia baru sadar, menjadi dokter gigi lebih mudah dibanding dokter umum. “Nggak ada kasus emergency. Jadi nggak harus jaga dan pulang larut malam, sehingga tetap bisa mengurus anak. Sekarang ini malah bisa bermain dengan cucu. Saya menyebutnya lebih oke,” tuturnya.
Di masa lalu, dokter gigi tidak seperti dokter gigi di masa sekarang. Misalnya saja dalam cara mengajak pasien untuk buka mulut. Peralatan juga lebih “seram” dan bunyinya menakutkan. “Kapan-kapan main ke dental unit FKG yang baru. Alat dan pelayanan kedokteran gigi kami terbaik dan terbaru, bisa dibilang teknologinya termahal di Indonesia,”  ujarnya setengah berpromosi.
Professor dan nenek yang sebentar lagi akan memiliki 2 cucu ini, pernah juga sakit gigi. “Saya waktu itu sempat memiliki wisdom tooth, yang miring ke dalam. Kondisi ini membuat leher bagian kiri terasa pegal,” jelasnya. Untuk mencabutnya,  membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Itu terjadi saat ia masih menjadi mahasiswi FKG. “Pengalaman itu cukup membekas dan meninggalkan rasa trauma, terutama karena waktu operasinya cukup lama.”
Maka, ia selalu berpesan kepada orang tua untuk menjaga kondisi gigi anak-anak. “Dimulai dari gigi susu. Baiknya lagi sebelum tumbuh gigi. Mulut dan gusi harus selalu dibersihkan dengan kain setelah ibu menyusui,” jelasnya. Dengan merawat gigi dan gusi serta paling tidak memeriksakan kondisi gigi 6 bulan sekali, wisdom tooth bisa dicegah ketika anak dewasa.
Pemilik klinik gigi pribadi ini juga wanti-wanti agar orangtua mengedukasi anak, agar mau melakukan pemeriksaan gigi. Caranya, ajak serta anak saat ibu atau bapaknya periksa gigi ke dokter. “Jangan saat perawatan yang sifatnya radikal, seperti cabut gigi.” (ant)

Tidak ada komentar