Dr. Dicky A Hanafy SpJP(K), FIHA
Dr. Dicky A Hanafy SpJP(K), FIHA, di
masa kecil sering melihat orang tuanya melakukan pekerjaan mulia. Sebagai dokter, selain
membantu orang atau pasien, sang ayah bisa menghidupi keluarga dengan baik dan
layak. “Saya berpikir, kenapa tidak mengikuti jejak ayah,” jelasnya.
Kehidupan masa
kecilnya secara tidak sengaja terpapar lingkungan kesehatan. Mulai dari sering
ke rumah sakit, bertemu perawat, dokter, termasuk melihat buku-buku medis di
rumah.
“Segala sesuatu
harus dipikirkan sejak dini. Masa kita ingin anak menjadi pilot, tapi tidak
pernah diperkenalkan dengan pesawat terbang atau hal-hal yang berhubungan
dengan pilot.” katanta. Jadi, "Kalau ayah saya pengacara sukses, dan saya
lihat pekerjaan itu menarik, mungkin saya akan jadi pengacara juga. Banyak yang
seperti itu."
Ia mengambil
spesialisasi jantung di Jerman. Kenapa? “Pertama, saya ingin memperluas
pengetahuan mengenai bidang kardiology.” Selama kuliah di FKUI, ia sudah tahui
bagaimana pendidikan cardiology di Indonesia, karena kebetulan ayahnya staff
pengajar kardiologi FKUI. Yang kedua, ‘Saya tidak ingin ketika masuk kardiology,
dikatakan karena mengekor atau memanfaatkan kedudukan ayah sebagai staf
pengajar.” Dengan mengambil spesialis di luar negeri, ia ingin membuktikan
bahwa ia bisa dengan kekuatan sendiri.
Yang membedakan orang
Indonesia dengan orang Jerman adalah pengetahuan umum masyarakatnya. Orang Indonesia sering menyebut
serangan jantung sebagai angin duduk. “Angin duduk itu apa, nggak jelas,” ia
tertawa. Pengetahuan masyarakat Indonesia masih kurang sekali mengenai penyakit
jantung. Padahal, dengan mengetahui tanda dan gejala serangan jantung, dapat
dilakukan pertolongan secara cepat. Terjadinya gagal jantung dapat dicegah, karena
kecepatan memberikan pertolongan adalah yang utama. Jika lebih dari 12 jam
dapat berakibat fatal bahkan mengakibatkan kematian.
Kini ilmu
pengetahuan medis di Jerman dan Indonesia sudah sama, karena gudieline di
Indonesia mengadopsi perkembangan keilmuan di Eropa dan Amerika. Setelah 8
tahun di Jerman, ia bisa mengaplikasikan kemampuannya di Indonesia. Saat paling
berkesan adalah ketika ia bisa memberi pertolongan terhadap pasien. Ada yang
sakit dada atau yang sudah henti jantung, akhirnya bisa disembuhkan. “Bagi
saya, hal itu sangat berkesan.” (ant)
Tidak ada komentar
Posting Komentar