dr. Ivan Rizal Sini, FRANZCOG, GDRM, SpOG
Salah satu
komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi prostat adalah kejadian impotensi
yang tinggi. “Dengan robotic surgery, hal itu sangat bisa diminimalisir,” ujar dr. Ivan Rizal Sini, FRANZCOG, GDRM, SpOG, Direktur Pengembangan Produk dan Teknologi PT BundaMedik, Jakarta. Demikian
juga dengan prolaps uteri atau pengangkatan miom, yang merupakan salah satu
keahliannya.
Sebagai dokter
ahli bedah robotic pertama di Indonesia
yang bisa melakukan prosedure bedah robotic, ia merasa bahagia terutama ketika
melihat pasien bisa dengan cepat sembuh dan dapat segera beraktivitas kembali setelah
operasi. “Keunggulan bedah robotic, selain tingkat akurasi yang lebih tinggi,
dan minimnya bekas operasi yang dihasilkan, adalah recovery pasien yang sangat
cepat,” katanya. Sore hari pasien datang, pagi operasi, esok paginya pasien
bisa pulang dan kembali beraktivitas.
Meski masih tergolong mahal,
karena membutuhkan biaya Rp.70-80 juta untuk sekali operasi, harga ini lebih murah dibanding di Singapore atau Malaysia yang mematok tariff Rp.
200-250 juta. Kelahiran Jakarta, 9 Mei 1972 ini belajar bedah robotic di Korea,
kemudian mengikuti training dibantu seorang ahli bedah robotic dari Inggris di
Jakarta. “Saya masih ingat, pasien pertama saya wanita, yang saat itu diangkat
miomnya. Alhamdullilah, pasien sembuh dan saat ini sudah memiliki anak,”
jelasnya.
Menurutnya
belajar robotic surgery tidak susah. Yang perlu dilakukan adalah adaptasi.
Dari yang biasanya operasi manual,
kemudian melakukan prosedure robotic surgery, yang merupakan pengembagan dari
laparoscopy. Dokter yang biasa mengerjakan operai terbuka, juga bisa melakukan
prosedure robotic surgery.
Menurutnya,
melakukan prosedure operasi ini seperti main video game. “Mesinnya segede lemari, dan ada tiga set.” Ide robotic
surgery pertama kali dari National Aeronautics and Space Administration (NASA). “Mereka mau operasi dari Amerika bagi tentara
mereka yang ada di Afganistan,” jelasnya. Jadi, pasien dioperasi dari jarak
jauh dengan teknologi satelit. Sekarang pun, di Indonesia bisa dilakukan jika
kita punya fiber optic yang sangat bagus. “Kalau pasien mau operasi di Papua
dan dokternya ada di Jakarta,
bisa dilakukan.” (ant)
Tidak ada komentar
Posting Komentar