Advertiser

Breaking News

dr. Eka Ginanjar, SpPD, FINASIM

“Saya termasuk yang optimistis menghadapi SJSN (Sistim Jaminan Sosial Nasional) tahun 2014,” ujar dr. Eka Ginanjar, SpPD, FINASIM. Hanya dengan sedikit pembenahkan manajemen, pelayanan kesehatan di Indonesia akan menjadi lebih baik, karena, “Dari sisi fasilitas, Indonesia tidak kalah dengan Malaysia.”
Kelahiran 30 Desember 1977 dan ayah 2 anak, hampir 3, ini pernah studi kardiologi intervensi di Malaysia selama 1,5 tahun. Ia menilai, sistim kesehatan di Malaysia sudah lebih maju. Misalnya, sistim pembiayaan kesehatan. Setiap mau berobat, pasien harus melalui layanan primer. Tanpa rujukan dari layanan primer, pasien tidak bisa mendapat layanan di tahap yang lebih tinggi.
Dengan iuran 1 ringgit/bulan atau sekitar Rp. 3000, pasien bisa mendapat pelayanan kesehatan dasar secara cuma-cuma. “Layanan primer ditangani dokter umum, yang dikomandani seorang dokter spesialis family medicine atau dokter keluarga,” jelasnya.
Jika pasien tidak dapat ditangani, baru dirujuk ke rumah sakit terdekat. Rumah sakit di Malaysia juga memiliki spesifikasi keahlian sendiri-sendiri. Itu mungkin yang membedakan dengan rumah sakit di Indonesia. Menariknya lagi, di Malaysia dokter dibayar bukan dengan fee for service tetapi dibayar fix salary. “Jadi, dokter di sana tidak mencari pasien sebanyak-banyaknya, hingga pelayanan terhadap pasien menjadi lebih baik.”
Konsep itu yang mulai 1 Januari 2014 nanti akan diterapkan di Indonesia. Dalam  5 tahun (sampai 2019) diperkirakan semua warga Negara Indonesia, tanpa kecuali, sudah dapat menikmati pelayanan kesehatan. Bagi dr. Eka, hal itu memang sudah semestinya. Bagi lulusan FKUI (2003) dan spesialis penyakit dalam (2009) ini, mempelajari manusia secara keseluruhan adalah hal yang menyenangkan. Baginya, “Jika ingin mendalami spesialisasi tertentu lebih dalam lagi, lebih dulu harus tahu secara menyeluruh tubuh manusia.” Itu sebabnya ia menjadi spesialis peyakit dalam, dan kemudian mengambil sub-spesialisasi kardiovascular.  
Ia sering dikirim ke daerah, karena concern terhadap penanggulangan bencana. “Saya aktif di organisasi PAPDI Medical Relief, Bulan Sabit Merah Indonesia, dan Mercy,” jelasnya. Ia juga aktif di IMANI (Islamic Medical Association and Network Indonesia). Ia memelihara jenggot, semata untuk mengikuti sunah Nabi. (ant)

Tidak ada komentar